SEJARAH SINGKAT KABUPATEN LINGGA
Pulau Lingga merupakan salah satu pulau yang terdapat di Propinsi Kepulauan Riau, sebagai Provinsi yang masih muda di Republik Indonesia Seiring dengan Azam Kabupaten Lingga yang telah mentasbihkan diri sebagai “NEGERI BUNDA MELAYU” mau tidak mau, segala hal ikhwal yang berkaitan dengan sejarah Kerajaan Riau Lingga, harus diungkit kembali dengan tahniah “mengangkat batang terendam”.
Sebagai upaya revitalisasi sejarah Kerajaan Lingga, Penulis ingin membuka tabir kejayaan Kabupaten Lingga yang dulunya dikenal seantero dunia sebagai” Negeri Bunda Tanah Melayu”, sehingga Melayu menjadi tuan di negerinya sendiri, Dan kata kata Hang Tuah “ Tak Melayu Hilang Di Bumi “akan tetap menjadi kenyataan, sesuai dengan Gurindam dua Belas.
BERTINGKAP ALAM BER-PINTU ILAHI, adalah Motto yang di hafal ketika Penulis mulai mendaratkan langkah di pulau yang masih dikatakan baru dijadikan Kabupaten, yakni Kabupaten Lingga, Motto tersebut bukan hanya digunakan untuk masyarakat penganut Agama Islam, melainkan untuk semua pemeluk agama, dan didalamnya banyak terserap Kebudayaan. Karena ditiap budaya yang ada di Negeri kita berpusat pada alam, disetiap pemeluk Agama pasti meyakini adanya Tuhan yang disembah, serta menjadikan moral sebagai nilai nilai yang sangat di-hormati.
Dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pemerintah 0tonomi yang semula 27 Propinsi menjadi 33 propinsi. Pemekaran yang lebih pesat terjadi pada Kabupaten dan Kota, karena disitulah fokusnya otonomi daerah itu.
Propinsi Kepulauan Riau sebagai Propinsi yang masih muda di Republik ini, telah memekarkan daerahnya sehingga sampai tulisan ini ditulis menjadi dua kota dan empat kabupaten. Dua Kota itu adalah : Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang. Sedangkan empat Kabupatennya adalah; Kabupaten Kepulauan Riau yang kemudian berubah menjadi Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Lingga.
Setelah berbagai usaha ditopang dengan berbagai kondisi daerah, baik dari sisi pertumbuhan penduduk, luas daerah, pendapatan asli daerah serta untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan dan berbagai as-pek lainnya, maka terealisasilah cita-cita tersebut dengan terbentuknya Propinsi Kepulauan Riau, dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 (Lembaga Negara Tahun 2002 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nomor 4237). Sedangkan Kabu-paten Lingga terbentuk dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2003 (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4341). Dengan demikian jadilah Kabupaten Lingga sebagai daerah otonom termuda di Propinsi Kepulauan Riau.
Kabupaten Lingga yang Beribukotakan Daik, pada kegemilangan Raja-raja Melayu “tempo doeloe” dimana Kerajaan Melayu Riau Lingga terpusat di daerah ini. Kemudian barulah pusat kerajaan berpindah ke Pulau Penyengat Indra Sakti. Dalam bukti sejarah tersebut peninggalan masa lalu di Daik Lingga dan sekitarnya, terdapat Masjid Sulthan yang masih berdiri kokoh setiap saat digunakan masyarakat setempat sebagai pusat ibadah, juga ada bekas kamar 44 (empat puluh empat) bilik milik raja sebagai tanda keagungan raja sebagai seorang laki-laki, juga masih banyak lagi peninggalan sejarah yang saat ini ditempatkan di museum di ibu kota Kabupaten Lingga Yakni Daik.
Daerah ini terdiri dari lima kecamatan dengan 39 desa/kelurahan, selama masih menjadi bagian dari kabupaten Kepulauan Riau. Yakni Kecamatan Lingga dengan ibu-kotanya Daik, Kecamatan Lingga Utara dengan ibukotanya Pancur, Kecamatan Singkep dengan ibu-kotanya Dabo, Kecamatan Singkep Barat ibukotanya Raya. Serta Kecamatan Senayang dengan ibukotanya Senayang, Lima Kecamatan ini terletak pada tiga pulau yang berbeda. Kecamatan Singkap di Pulau Sing-kep. Kecamatan Lingga di Pulau Lingga, dan Kecamatan Senayang di Pulau Senayang. Disamping tiga pulau tersebut, masih banyak pulau-pulau lainnya, karena itulah Kepulau-an Riau ini dikenal dengan Negeri Segantang Lada. Di tiap pulau pulau masih menyimpan potensi yang beraneka ragam. Sumber Daya Alam Pulau Lingga dengan hutan-nya yang sangat lebat serta bersuhu udara yang dingin, karena terdapat Gunung Daik, yang menjadikan pulau ini subur, terdapat banyak rawa-rawa di daerah ini untuk ditanami sagu se-bagai tanaman utamanya. Lingga di-kenal sebagai penghasil sagu yang tidak saja di konsumsi masyarakat setempat, tetapi juga di eksport keluar negeri.
Dahulu Pulau Singkep terkenal dengan pulau penghasil Timah Indonesia terbesar setelah Bangka Belitung, dan menjadikan daerah ini sangat berkembang. Pulau Senayang dan sekitarnya terdapat alam karang lautnya yang masih dibilang perawan belum terjamah apapun serta asri. Juga dikenal tempat penghasil berbagai jenis ikan yang telah menjadi komoditi ekspor ke luar negeri serta pasokan ke berbagai daerah seperti Batam, Tanjung Pinang dan Jambi, Kecamatan Lingga Utara yang beribukota Pancur merupakan pusat perdagangan bagi masyarakat dari pulau-pulau terkecil yang mana masyarakatnya sangat teratur dalam kehidupan sehari-harinya, tidak sedikit masyarakatnya keturunan Cina, tetapi toleransi dalam ber-masyarakatnya sangat erat penuh persaudaraan, juga menghasilkan aneka ragam pangan yang berasal dari hasil laut, seperti; Ikan, Sotong kering. Bilis, Kerupuk Ikan. Udang dan masih banyak lainnya, juga hasil hutannya seperti Karet. Kelapa sawit, semuanya bukan untuk di konsumsi masyarakat setempat melainkan diekspor ke luar negeri, Penulis sempat menetap di daerah Kecamatan Lingga Utara ini selama satu tahun, yang dipimpin oleh seorang Camat yang sangat dekat serta erat dengan masyarakatnya.
GEOGRAFIS KABUPATEN LINGGA
Luas Wilayah
Luas wilayah keseluruhan + 211.772 Km2, yang terdiri dari Luas daratan 2.117,72 Km2 dan Luas lautan 209.654.28 Km2.
Batas Wilayah
- Sebelah Utara : Kecamatan Galang Kota Batam dan laut Cina selatan.
- Sebelah Timur : Laut Cina Selatan
- Sebelah Selatan : Laut Bangka dan Selat Berhala.
- Sebelah Barat : Laut Indragiri.
Jumlah Pulau-Pulau
Jumlah Pulau berdasarkan hasil Verifikasi Pulau-pulau propinsi Kepulauan Riau sebanyak 531 buah.
- Yang berpenghuni : 92 buah termasuk Pulau Berhala
- Yang belum berpenghuni : 439 buah
- 1 buah masih menunggu Keputusan dari DEPDAGRI (Pulau Berhala)
DEMOGRAFIS KABUPATEN LINGGA
Penduduk
Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari suatu pembangunan, sebagaimana tertuang dalam Garis–Garis Besar Haluan Negara (GBHN).Pembangunan yang dilaksanakan adalah dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Untuk itu, maka pemerintah pusat telah melaksanakan berbagai usaha dalam rangka untuk memecahkan masalah kependudukan. Salah satu usaha untuk menekan laju dari pertumbuhan penduduk tersebut dilakukan pemerintah melalui program Keluarga Berencana (KB).
Jumlah penduduk yang begitu besar dan terus bertambah setiap tahun tidak diimbangi dengan persebaran penduduk. Pada Tahun 2006 penduduk dari Kabupaten Lingga tercatat 86.150 jiwa dengan kepadatan penduduk 41 jiwa per km2. Dibandingkan dengan tahun 2005 penduduk bertambah sebanyak 2.471 jiwa atau mengalami kenaikan sebesar 2,95 persen.
Penduduk terbanyak dan kepadatan tertinggi tercatat di Kecamatan Singkep yaitu sebanyak 27.466 jiwa dengan kepadatan 56 jiwa per km2. Kecamatan memiliki penduduk paling rendah adalah Kecamatan Lingga Utara yaitu 10.581 jiwa.
Ketenaga Kerjaan
Tenaga kerja adalah modal dasar bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi.
Angkatan Kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja, sementara tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Penduduk berumur kurang dari 15 tahun meskipun telah melakukan pekerjaan guna memenuhi suatu kebutuhan hidup tidak dikategorikan sebagai angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan bagian dari aspek demografi penduduk yang mempunyai kecenderungan bertambah atau menurun sejalan dengan perubahan yang dialami oleh penduduk itu sendiri. Hal ini terjadi karena faktor alamiah sepeti kelahiran, kematian maupun perpindahan yang menyebabkan jadi bergesernya pola kependudukan secara keseluruhan.
Pada tahun 2006 terdapat 60,86 persen penduduk angkatan kerja dan 39,14 persen penduduk bukan angkatan kerja. Dari penduduk bekerja, sekitar 56,56 persen bekerja disektor pertanian yang mencakup tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.
OBJEK - OBJEK WISATA KABUPATEN LINGGA
WISATA ALAM
GUNUNG DAIK
Gunung Daik adalah gunung non aktif yang memiliki 3 cabang dengan ketinggian 1165 mdpl. Cabang tertinggi disebut Gunung Daik, cabang menengah disebut Pejantan atau pinjam pinjaman dan cabang terendah disebut Cindai menangis. Kawasan sekitar Gunung Daik ini masih sangat alami dengan berbagai jenis flora dan fauna didalamnya.
Pada bulan Oktober 1998, tim ekspedisi dari Jakarta yang beranggotakan orang0orang yang sebagian berasal dari Australia yang melakukan pendakian berhasil melihat dan menilai tingkat kesulitan Gunung Daik setelah 3 (tiga) hari perjalanan dari Kota Daik. Mereka menyimpulkan bahwa Gunung Daik di puncaknya memiliki tebing terjal kurang lebih 150-200 m dengan tingkat kesulitan panjat tebing yang tinggi 5.9 – 5.11 North American Grade Standard.
WISATA RELIGIUS
MASJID SULTAN LINGGA DI DAIK
Didirikan oleh Sultan Mahmud Syah III di pusat kota Daik Lingga pada awal tahun 1801. Pada mulanya masjid ini menampung 40 orang, bersamaan di perbaharuinya masjid Sultan Riau di Penyengat, tempat bernastautinnya kedudukan YAMTUAN MUDA dan permaisuri pertamanya ENGKU HAMIDAH. Masjid Jamik Sultan Lingga inipun diganti dengan bangunan beton yang dibangun tanpa tiang sebagai penyangga dan dapat memuat 400 orang jemaah.
MASJID AZ ZULFA DI DABO SINGKEP
Masjid ini d ibangun pada tanggal 01 April 1961 (15 Syawal 1380) dan selesai: 15 Desember 1963 (29 Rajab 1383). Diresmikan: 05 Januari 1964 (20 Syaban 1383) dan siap digunakan mulai tanggal 10 Januari 1964 (25 Syaban 1383).
MAKAM YANG DIPERTUAN MUDA X RAJA MUHAMMAD YUSUF (MAKAM MERAH) DI DAIK
Terletak ±800m dari Situs Istana Damnah. Disebut juga Makam Merah karena dari awalnya berwarna merah. Makam Yang Tuan Muda ke-10 Riau Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi, beliau adalah Yamtuan Muda Riau yang terakhir.
KOMPLEKS MAKAM TEMENGGUNG JAMALUDIN DAN DATUK KAYA MONTEL DI PULAU MEPAR
Terletak di Bukit Cengkeh, Jl. Sultan Abdurrahman, berjarak sekitar 25 meter sebelah barat aliran Sungai Tanda. Pintu gerbangnya terbuat dari besi berukuran tinggi sekitar 2 meter dan terletak di sisi tenggara. Di bagian tengah kompleks makam terdapat bangunan berdenah persegi delapan (oktagonal) yang merupakan cungkup makam Sultan Muhammad Syah.
(By BUKU TOURISM OBJECT LINGGA REGENCY)
WISATA SEJARAH
BENTENG PERTAHANAN DAN MERIAM
Untuk mempertahankan Kesultan Melayu Lingg-Riau Sultan telah menyiapkan beberapa benteng pertahanan yang diperlengkapi dengan meriam-meriam seperti Benteng Bukit Cening, Benteng Mepar dan Benteng Kuala Daik.
Benteng Bukit Cening terletak lebih kurang 2 km dari kota Daik. Benteng itu terletak di pinggir laut dan mengarah ke Mepar dan lalu lintas di sekitar Daik. Untuk menuju ke benteng tersebut dapat dilakukan dengan berjalan kaki dan di sana ditemukan 19 buah meriam. Fungsi benteng Bukit Cening adalah untuk pengintai dan pertahanan dari serangan musuh.
Benteng Mepar sangat penting kekdudukannya karena di benteng itu banyak ditempatkan meriam-meriam. Benteng Mepar terdapat diatas bukit dan petugas yang mengawasi benteng tersebut dari keturunan Datuk Kaya yang cikal bakalnya dari keturunan Megat Merah. Di benteng Mepar kepercayaan masyarakat di sana meriam ini pernah mengeluarkan tangisan karena tidak dibawa ke Retih menyerang orang pembengkang kepada Sultan.
Selanjutnya di Kuala Daik juga terdapat benteng yang disebut Venteng Kuala Daik. Di dekat itu terdapat mercusuar untuk menjadi arah bagi pelayaran yang akan memasuki Sungai Daik. Di benteng ini pernah ditemukan meriam-meriam dan dulunya disini diperkirakan banyak meriam. Namun sampai saat ini banyak yang menghilang.
Begitu juga di sekitar Kantor Camat banyak terdapat meriam, terbukti waktu membangun kantor itu banyak ditemukan meriam. Di muka rimah Camat terdapat dua buah meriam itu dinamakan Pecah Piring, dan sebuah lagi bernama Padam Pelita. Fungsi meriam itu dulunya dipergunakan untuk menobatkan raja atau menyambut tamu atau untuk ditembakkan pada upacara pemakaman raja. Saat pemakaman itu, meriam itu ditembakkan sebanyak 17 kali dan diantara tembakan itu dilakukan setiap 5 menit. Peninggalan yang lai Kesultanan Melayu Lingga-Riau adalah tiang bendera kerajaan. Tapak tiang bendera tersebut terbuat dari kuningan dan menurut berasal dari Eropa. Tiang bendera tersebut saat ini ditempatkan dimuka Kantor Camat Lingga.
Ada Pula Meriam Tegak di Dabi Singkep. Konon ada seorang putri dari kerajaan Lingga berkelahi dengan Pamgeran. Karena sesuatu hal, putri tersebut marah dan menancapkan sebuah meriam, yang sampai sekarang dapat dilihat di daerah pantau Batu Berdaun, namun meriam tersebut tidak diambil atau dicabut.
(By Buku Tanjungpinang Land Of Malay History)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar